Ubah Hutan Jadi Sawit, Akuang Banding Divonis 10 Tahun Bui-UP Rp 797,6 M

Posted on

Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor Medan menjatuhkan vonis 10 tahun penjara dan uang pengganti (UP) sebesar Rp 797,6 miliar terhadap terdakwa Alexander Halim alias Akuang alias Lim Sia Cheng atas dakwaan perambahan hutan kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timut Laut di Kabupaten Langkat. Akuang dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun sama-sama mengajukan banding atas vonis itu.

Dalam laman SIPP PN Medan yang dilihat, Selasa (9/9/2025), Akuang didakwa menguasai atau memiliki lahan perkebunan kelapa sawit sejumlah 60 bidang tanah SHM dengan luas 105,982 hektare di Desa Tapak Kuda dan Desa Pematang Cengal, Kecamatan Tanjung Pura. Akuang disebut menguasai lahan itu sendiri maupun Bersama-sama dengan terdakwa Imran, mantan Kepala Desa Tapak Kuda yang juga divonis 10 tahun dalam kasus ini.

“Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, secara melawan hukum yaitu melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam/hutan suaka margasatwa, yaitu dengan mengalih fungsikan kawasan suaka alam / hutan suaka margasatwa menjadi perkebunan sawit dengan luas 1.059.852 m2/105,982 Ha kemudian di tanah tersebut juga telah terbit 60 (enam puluh) Sertifikat Hak Milik (SHM),” demikian tertulis dalam dakwaan tersebut.

Dugaan tindak pidana itu disebut dilakukan dalam kurang waktu tahun 2007-2022. Atas perbuatan itu, Akuang memperkaya dirinya bersama Imran sebesar Rp 867.310.801.096,42 atau Rp 867 miliar.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sumut tahun 2022 dan ahli perekonomian dari Universitas Gajah Mada (UGM), diketahui kerugian keuangan negara dan perekonomian negara akibat perambahan Kawasan Suaka Margasatwa itu mencapai Rp 856.801.945.598 atau Rp 856,8 miliar. Perhitungan ini tidak termasuk kerugian hasil tebangan kayu saat hutan suaka margasatwa dijadikan lahan kebun sawit.

Atas perbuatan itu, Akuang dan Imran didakwa Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem dan Pasal 50 ayat (3) huruf a Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (dicabut) jo. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

Namun informasi yang ditampilkan di laman SIPP PN Medan dengan nomor perkara: 138/Pid.Sus-TPK/2024/PN Mdn hanya soal dakwaan. Informasi soal tuntutan dan vonis saat ini ditutup aksesnya, hanya tertera jika status saat ini pengiriman berkas banding.

Sidang tuntuntan sendiri telah digelar pada 19 Juni 2025, saat itu JPU menilai jika perbuatan Akuang dan Imran telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Sehingga menuntut keduanya dalam berkas terpisah hukuman penjara 15 tahun.

“Menuntut, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Alexander Halim alias Akuang alias Lim Sia Cheng oleh karena itu dengan pidana penjara selama 15 tahun,” kata JPU Bambang saat itu.

Selain itu, Akuang dan Imran juga dituntut untuk membayar denda Rp 1 miliar. Jika tidak dibayar maka diganti 6 bulan kurungan.

JPU juga menuntut Akuang untuk membayar uang pengganti sebesar RP 856,8 miliar. Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta kekayaan Akuang akan disita dan jika harta kekayaan tidak cukup untuk membayar uang pengganti, maka harus dijatuhi pidana kurungan 7 tahun 6 bulan.

Pada 11 Agustus 2025, Ketua Majelis Hakim M Nazir membacakan vonis terhadap terdakwa Akuang dan Imran dalam berkas terpisah. Hakim menyatakan Akuang dan Imran melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan dan memvonis keduanya masing-masing 10 tahun penjara.

“Menjatuhkan pidana penjara selama 10 tahun kepada terdakwa Alexander Halim alias Akuang dan terdakwa Imran. Memerintahkan agar para terdakwa tetap ditahan,” ucap M Nazir.

Kedua terdakwa juga dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 1 miliar. Jika denda tidak dibayar, maka diganti dengan hukuman tiga bulan penjara.

Sementara hakim menjatuhkan vonis terhadap Akuang untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 797,6 miliar. Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta kekayaan Akuang akan disita dan dilelang, namun jika harta kekayaan tidak cukup untuk membayar uang pengganti, maka diganti pidana kurungan 5 tahun.

Plt Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut M Husairi membenarkan jika saat ini perkara ini dalam tahap banding. Husairi menjelaskan jika JPU maupun terdakwa mengajukan banding.

“JPU banding, terdakwa banding,” kata M Husairi.