Warga Demo Kantor Bupati Taput, Desak TPL Ditutup

Posted on

Ratusan warga yang mengatasnamakan Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL melakukan aksi demonstrasi di Kantor Bupati-DPRD Tapanuli Utara (Taput). Mereka mendesak agar PT Toba Pulp Lestari (TPL) agar segera ditutup.

“Bahwa hari ini kita memulai aksi ini untuk mendukung dan mengawal pimpinan-pimpinan gereja di Sumatera Utara bahwa TPL harus tutup,” kata Ketua Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL, Anggiat Sinaga, Selasa (27/5/2025).

“Kita hadir untuk memulai dan menyampaikan aspirasi kepada legislatif dan eksekutif bahwa TPL harus segera ditutup,” imbuhnya.

Anggiat menjelaskan jika ada sejumlah alasan sehingga TPL harus ditutup. Mulai perampasan hutan hingga adanya konflik horizontal di masyarakat.

“Yang pasti sesuai dengan apa yang terjadi, apa persoalan perampasan hutan, perampasan hak masyarakat adat, terkait juga konflik-konflik horizontal yang terjadi di masyarakat adat,” ucapnya.

Demonstrasi hari ini disebut bakal digulir hingga di seluruh Pemkab yang ada di sekitar Danau Toba. Khususnya di kawasan Danau Toba.

“Ini masih awal, ini nanti akan bergulir kepada Pemkab seluruh kawasan Danau Toba dan khususnya di Tapanuli Raya yang terkena dampak daripada kehadiran TPL,” ujarnya.

Menanggapi soal desakan tutup TPL, Corporate Communication Head TPL Salomo Sitohang menyebutkan jika pihaknya selama 30 tahun berkomitmen membangun komunikasi dengan masyarakat. Komunikasi itu disebut menyentuh semua lapisan.

“PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL) telah beroperasi selama lebih dari 30 tahun dan berkomitmen membangun komunikasi terbuka dengan masyarakat. Melalui berbagai dialog, sosialisasi, dan program kemitraan yang telah kami lakukan bersama pemerintah, masyarakat hukum adat, tokoh agama, tokoh pemuda, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat sebagai bagian dari pendekatan sosial yang inklusif,” sebut Salomo Sitohang.

Salomo menolak tuduhan jika TPL menyebabkan bencana ekologi. Sebab menurutnya seluruh kegiatan sudah sesuai dengan standar operasional.

“Kami menolak dengan tegas tuduhan bahwa operasional TPL menjadi penyebab bencana ekologi. Seluruh kegiatan kami telah sesuai dengan izin, peraturan, dan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah yang berwenang. Kami juga menjalankan operasional sesuai dengan Standar Operasional Prosedur yang jelas dan terdokumentasi,” ucapnya.

TPL disebut melakukan pemantauan lingkungan secara periodik dengan bekerjasama dengan lembaga independen dan tersertifikasi untuk memastikan seluruh aktivitas sesuai ketentuan. Peremajaan pabrik dilakukan untuk pengurangan dampak lingkungan.

“Kegiatan peremajaan pabrik dilakukan dengan fokus pada efisiensi dan pengurangan dampak lingkungan secara signifikan melalui teknologi yang lebih ramah lingkungan,” ujarnya.

Selengkapnya di Halaman Berikutnya…

Audit menyeluruh oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah dilakukan pada tahun 2022-2023 dan hasilnya menyatakan bahwa TPL TAAT mematuhi seluruh regulasi serta tidak ditemukan pelanggaran terhadap aspek lingkungan maupun sosial. TPL juga disebut telah menjalankan program tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan pelestarian lingkungan yang menyasar kebutuhan nyata masyarakat sekitar wilayah operasionalnya.

Program-program ini dijalankan secara berkelanjutan dan dilaporkan kepada pemerintah serta pemangku kepentingan lainnya secara berkala. Pihaknya juga membantah soal tuduhan deforestasi.

“Mengenai tuduhan deforestasi, kami tegaskan bahwa TPL melakukan operasional pemanenan dan penanaman kembali di dalam konsesi berdasarkan tata ruang, Rencana Kerja Umum, dan Rencana Kerja Tahunan yang telah ditetapkan. Dengan sistem tanam-panen berkelanjutan, kami menjaga kesinambungan hutan tanaman sebagai bahan baku industri pulp, sehingga jarak waktu antara pemanenan dan penanaman hanya berselang paling lama 1 bulan, sesuai dengan prosedur yang tercantum dalam dokumen Amdal,” ungkapnya.

Dari luas konsesi sebesar 167.912 hektare, TPL hanya mengembangkan sekitar 46.000 hektare sebagai perkebunan eucalyptus dan mengalokasikan sekitar 48.000 ha sebagai area konservasi dan kawasan lindung yang dijaga oleh Perseroan dengan komitmen menjaga keanekaragaman hayati di dalamnya. TPL mempekerjakan lebih dari 9.000 orang, baik pekerja langsung maupun tidak langsung, dan didukung oleh lebih dari 4.000 Kelompok Tani Hutan dan pelaku UMKM.

“Bila termasuk keluarga dari para pekerja dan mitra tersebut, maka jumlah masyarakat yang bergantung pada keberadaan perusahaan mencapai sekitar 50.000 jiwa, belum termasuk kedai pengecer dan bengkel kecil di sekitar areal kerja dan jalur logistik. Ini menunjukkan peran penting TPL dalam mendukung perekonomian lokal dan regional,” bebernya.

Salomo menuturkan jika pihaknya menghargai hak menyampaikan pendapat, namun harus didasari data dan fakta. Pihaknya membuka ruang dialog dan masukan dari semua pihak.

“Kami menghargai hak setiap pihak untuk menyampaikan pendapat, namun kami berharap hal tersebut didasarkan pada data dan fakta yang akurat. Kami membuka ruang dialog dan menerima masukan dari semua pihak guna menciptakan keberlanjutan yang adil dan bertanggung jawab di wilayah Tano Batak,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *