Gugatan yang dilayangkan warga Medan bernama Lily terhadap PT Global Medan Town Square (GMTS) yang merupakan developer Cambridge Condominium dimenangkan Pengadilan Negeri Medan. PT GMTS diputuskan wanprestasi.
“Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian, menyatakan tergugat melakukan perbuatan wanprestasi,” demikian isi putusan PN Medan yang diterima infocom, Sabtu (9/8/2025).
Pengadilan memutuskan PT GMTS harus mengembalikan uang sebesar Rp 7,4 miliar kepada Lily. PT GMTS juga diputuskan harus membayar bunga kepada pihak Lily sejak perkara ini berkekuatan hukum tetap.
“Menghukum tergugat untuk membayar bunga 6 % per tahun kepada penggugat,” tulis isi putusan.
Kuasa hukum dari Lily, Junirwan Kurnia, menyebut pihaknya bersyukur atas putusan ini. Menurutnya, keputusan ini diambil berdasarkan fakta-fakta di persidangan.
“Kami sebagai kuasa hukum dari Ibu Lily, penggugat dalam perkara ini, sangat mengapresiasi keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Medan yang telah mengabulkan walau sebagian dari gugatan klien kami,” tutur Junirwan.
“Kami rasa pengadilan sudah memutuskan fakta-fakta dan ketentuan hukum yang berlaku,” sambungnya.
Meski begitu, Junirwan menilai pengadilan juga harusnya memutuskan bunga yang harus dibayar pihak PT GMTS sesuai dengan yang mereka tuntut. Junirwan mengatakan, harusnya pihak PT GMTS membayar bunga terhitung sejak tahun 2011.
“Walaupun kami tidak sepenuhnya mendapatkan keadilan dalam hal ini. Karena yang dikabulkan dalam hal ini adalah bunga uang yang sudah dipakai atau digunakan mereka atau disimpan mereka dari bulan maret 2011 sampai sekarang,” sebut Junirwan.
“Yang kami tuntut 2 persen per bulan sejak bulan maret 2011 sampai saat ini atau sampai putusan inkrah nantinya ternyata hanya dikabulkan sebesar 6 persen per tahun sejak perkara didaftarkan. Nah ini yang belum memenuhi rasa keadilan dari klien kami,” jelasnya.
Karena persoalan bunga tersebut, Junirwan mengatakan pihaknya mempertimbangkan untuk mengajukan banding.
Terkait putusan itu, kuasa hukum dari PT GMTS Mangara Manurung menyebut pihaknya menghormati.
Tapi jika Lily menang, dari awal gugatan didaftar kita sudah 1000 persen si penggugat pasti dimenangkan. Putusan tersebut tetap kita hormati, putusan PN bukan segalanya kok, masih banyak upaya hukum baik pidana, perdata, komisi yudisial, eksaminasi putusan dll,” ujar Mangara.
Lilye sebelumnya melayangkan gugatan ke PT GMTS ke Pengadilan Negeri (PN) Medan. Gugatan ini teregistrasi dengan nomor 22/pdt.G/2025/PN.Mdn.
“Masalah ini bermula saat klien kami membeli unit-unit apartemen di Cambridge Condominium Jl. S.Parman Medan pada tahun 2011 di lantai 28 dan lantai 29 dalam kondisi kosong (hanya struktur bangunan saja). Kemudian, Ny.Lily membayar senilai Rp. 7,4 miliar untuk pekerjaan interior apartemen tersebut,” tutur pengacara Lily, Junirwan Kurnia dalam keterangan, Selasa (17/6).
Junirwan menyebut, kliennya awal tahun 2011 membeli apartemen di lantai 28 seluas 650 meter dan di lantai 29 seluas 535 meter.
“Dan di luar harga pembelian unit apartemen tersebut klien kami membayar biaya pekerjaan interiornya sebesar Rp. 7.470.070.588 dengan bukti kwitansi yang ditandatangani oleh Ir. Sunarlim Satio selaku Project Manager, yang dikenal klien kami,” kata Junirwan.
Junirwan menyampaikan unit-unit apartemen yang dibeli kliennya di lantai 28 dan 29 tersebut masing-masing menjadi satu ruangan yang akan menjadi penthouse. Namun sejak tahun 2011 sampai saat ini sama sekali tidak dikerjakan interiornya. Padahal uang sudah diterima oleh PT. GMTS sejak tahun 2011.
“Jadi pengerjaan interiornya itu sama sekali tidak dikerjakan,” kata Junirwan.
Usai digugat oleh Lily, pihak GMTS membantah menerima pembayaran untuk pengerjaan interior itu.
“Yang benar adalah, bahwa PT GMTS dalam hal ini selaku developer tidak pernah ada menerima uang Rp 7,4 miliar sebagaimana disebutkan dalam pemberitaan maupun video tersebut untuk pengerjaan interior apartemen lantai 29 dan 28 milik dari Saudara Lily,” ujar pengacara PT GMTS, Mangara Manurung, Selasa (17/6).
“Yang kedua, kami tidak pernah ada membuat kesepakatan atau kontrak kerja atau perjanjian apapun itu untuk mengerjakan terkait dengan persoalan interior unit apartemen Saudara Lily,” sambungnya.
Gugatan Pihak Lily
Penjelasan PT GMTS
Lilye sebelumnya melayangkan gugatan ke PT GMTS ke Pengadilan Negeri (PN) Medan. Gugatan ini teregistrasi dengan nomor 22/pdt.G/2025/PN.Mdn.
“Masalah ini bermula saat klien kami membeli unit-unit apartemen di Cambridge Condominium Jl. S.Parman Medan pada tahun 2011 di lantai 28 dan lantai 29 dalam kondisi kosong (hanya struktur bangunan saja). Kemudian, Ny.Lily membayar senilai Rp. 7,4 miliar untuk pekerjaan interior apartemen tersebut,” tutur pengacara Lily, Junirwan Kurnia dalam keterangan, Selasa (17/6).
Junirwan menyebut, kliennya awal tahun 2011 membeli apartemen di lantai 28 seluas 650 meter dan di lantai 29 seluas 535 meter.
“Dan di luar harga pembelian unit apartemen tersebut klien kami membayar biaya pekerjaan interiornya sebesar Rp. 7.470.070.588 dengan bukti kwitansi yang ditandatangani oleh Ir. Sunarlim Satio selaku Project Manager, yang dikenal klien kami,” kata Junirwan.
Junirwan menyampaikan unit-unit apartemen yang dibeli kliennya di lantai 28 dan 29 tersebut masing-masing menjadi satu ruangan yang akan menjadi penthouse. Namun sejak tahun 2011 sampai saat ini sama sekali tidak dikerjakan interiornya. Padahal uang sudah diterima oleh PT. GMTS sejak tahun 2011.
“Jadi pengerjaan interiornya itu sama sekali tidak dikerjakan,” kata Junirwan.
Usai digugat oleh Lily, pihak GMTS membantah menerima pembayaran untuk pengerjaan interior itu.
“Yang benar adalah, bahwa PT GMTS dalam hal ini selaku developer tidak pernah ada menerima uang Rp 7,4 miliar sebagaimana disebutkan dalam pemberitaan maupun video tersebut untuk pengerjaan interior apartemen lantai 29 dan 28 milik dari Saudara Lily,” ujar pengacara PT GMTS, Mangara Manurung, Selasa (17/6).
“Yang kedua, kami tidak pernah ada membuat kesepakatan atau kontrak kerja atau perjanjian apapun itu untuk mengerjakan terkait dengan persoalan interior unit apartemen Saudara Lily,” sambungnya.