Datuk Itam merupakan sosok pria yang ahli dalam berdagang di masa kolonial di Kecamatan Sorkam, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara (Sumut). Datuk Itam juga merupakan penyiar agama Islam di daerah tersebut saat masa penjajahan.
Berdasarkan laman Indonesia.go.id yang dilihat, Kamis (19/6/2025), Datuk Itam memiliki nama lengkap Abdul Muthalib dan lahir di Nagur, India Selatan tahun 1760. Datuk Itam memiliki gelar Datuk Bandahari Kayo karena kehebatannya dalam berdagang.
“Dia adalah Abdul Muthalib yang memperoleh gelar Datuk Bandaharo Kayo karena kehebatannya berdagang. Lahir di Nagur, India Selatan, tahun 1760. Kendati sudah mempunyai gelar resmi yang melekat, Abdul Muthalib atau Datuk Bandahari Kayo lebih dikenal dengan sebutan Datuk Itam,” demikian tertulis dalam laman tersebut.
Penyebutan Datuk Itam itu disebabkan karena kulitnya yang hitam legam. Sehingga masyarakat dan pemerintah kolonial lebih akrab mengenalnya sebagai Datuk Itam, termasuk di literatur sejarah.
Datuk Itam masuk ke Indonesia dibawa oleh Inggris untuk berdagang dan bekerja. Meskipun memiliki sejarah di Sorkam, Datuk Itam lebih dahulu tinggal di Bengkulu saat masuk ke Indonesia.
Di Bengkulu, Datuk Itam membangun kampung Nagur. Kini Kampung Nagur berubah nama menjadi Kampung Nala.
Datuk Itam disebut giat menyebarkan agama Islam di Bengkulu dan disebut menjadi sosok penyebar agama Islam pertama di sana. Datuk Itam juga menjadi perantara perdagangan Inggris di Bengkulu.
“Bukan hanya mendirikan sebuah perkampungan, Datuk Itam juga giat menyebarkan agama Islam di Bengkulu. Dapat dikategorikan jika Datuk Itam termasuk salah seorang penyebar ajaran Islam pertama di provinsi Bengkulu kala itu. Selain itu, Datuk Itam juga diminta bantuannya sebagai perantara kepentingan dagang Inggris di Bengkulu,” imbuhnya.
Inggris kemudian menemukan potensi kapur barus, garam, dan kemenyan di Teluk Tapian Nauli, Tapteng. Inggris kemudian mendirikan kantor perwakilan dagang yaitu Fort Tapanaoully di sana.
Kemajuan pesat perdagangan Inggris di sana tersiar ke mana-mana, khususnya di wilayah yang kini masuk dalam teritorial Kabupaten Tapanuli Tengah dan sekitarnya. Kondisi itu turut didengar oleh Datuk Itam dan memutuskan ikut berdagang di Teluk Tapian Nauli.
Datuk Itam memutuskan menetap di Pulau Poncan Ketek. Namun ada juga literatur sejarah lain yang menyebutkan bahwa perpindahan Datuk Itam ke Tapteng karena ditugaskan pemerintah Inggris yang ada di Bengkulu untuk memperkuat basis perwakilan dagang di Tanah Batak pada tahun 1793.
Berpindahnya sentra berdagang Datuk Itam dari Bengkulu ke Teluk Tapian Nauli ternyata justru lebih maju pesat dibandingkan ketika masih di Bengkulu. Di tanah inilah gelar Datuk Bandaharo Kayo diperoleh sebab kehebatannya berdagang hingga dikenal sebagai salah seorang yang kaya masa itu.
Tak hanya berdagang, Datuk Itam tetap melakukan tugasnya menyiarkan Islam di Poncan Ketek. Maka itu bukan sekadar identitas saudagar kaya yang melekat pada diri Datuk Itam, tetapi juga pemuka agama Islam terhormat, disegani dan berpengaruh di sana.
Hingga akhirnya Islam pun menjadi agama yang banyak dianut masyarakat di sana, khususnya Tapanuli Tengah, sebab keuletan Datuk Itam. Saat mengajarkan dan menyebarkan ajaran Islam di Tapteng, Datuk Itam juga mendirikan sekolah agama Islam.
Semua muridnya digratiskan dari segala biaya sekolah. Murid-murid sekolah agama Islam yang didirikan Datuk Itam berasal dari semua wilayah Tapanuli.
Kehebatan Datuk Itam dalam berdagang tidak hanya di wilayah Tapteng saja. Namun juga merambah ke Malaysia. Di Malaysia, Datuk Itam juga tetap melakukan aktivitas menyiarkan ajaran agama Islam.
Datuk Itam wafat pada tahun 1836 dan dimakamkan di Pulau Poncan Ketek. Datuk Itam meninggalkan tiga orang istri dan enam orang anak.
Datuk Itam tak sekadar dikenal sebagai saudagar kaya dan ulama terkemuka. Namun juga tokoh Indonesia yang membela hak-hak masyarakat pribumi. Datuk Itam amat dikenal suka bergaul dan membantu masyarakat pribumi di Tapteng.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
“Berdasarkan riwayat ‘tarombo’, keturunan Datuk Itam yang kini dikenal sebagai tokoh Indonesia antara lain mantan Ketua DPR Akbar Tandjung, mantan Rektor Universitas Sumatera Utara Syahril Pasaribu dan tokoh NU Sumatera Utara sekaligus pejuang kemerdekaan KH Zainul Arifin Pohan,” tutupnya.