Menang di PT Medan, Pihak Cambridge Sebut Gugatan Lily Cacat Formil

Posted on

Pengadilan Tinggi (PT) Medan memenangkan PT Global Medan Town Square (GMTS) yang merupakan developer Cambridge Condominium atas gugatan seorang warga bernama Lily. PT GMTS menyebut putusan itu sudah sesuai karena sejak awal gugatan yang dilayangkan Lily salah sasaran.

Kuasa Hukum PT GMTS, Superry Daniel Sitompul, awalnya menyebut pihaknya menghargai putusan PN Medan yang sebelumnya memenangkan pihak Lily. Namun, mereka tidak sepakat dengan putusan itu dan melakukan upaya banding ke PT Medan.

“Kita hargai putusan Pengadilan Negeri Medan (yang memenangkan Lily). Atas hal itu, tentu kita kan tidak sepakat, karena kita anggap gugatan dari si Lily ini adalah cacat formil,” ujar Superry di Medan, Rabu (29/10/2025).

Gugatan yang dilayangkan dinilai cacat formil karena bukti kuitansi pembayaran pengerjaan interior yang dibawa Lily tidak ditandatangani direksi PT GMTS. Namun seorang pria bernama Sunarlim.

“Cacat formilnya dimana, ya ternyata kan sudah ada bukti. Bahwa penggugat sendiri, si Lily sendiri melalui kuasanya membuktikan ada kuitansi tanda terima uang pekerjaan interior yaitu yang menerima adalah Ir Sunarlim,” sebutnya.

Sunarlim yang disebutkan dalam kuitansi tersebut bukan merupakan pegawai dari PT GMTS. Pihak perusahaan juga tidak pernah memberikan kuasa kepada Sunarlim untuk menerima pembayaran dari Lily.

“Yang terima uang adalah Ir Sunarlim, tapi yang digugat PT GMTS. Tidak ada pernah PT GMTS memberikan kuasa kepada Sunarlim untuk menerima uang atau untuk pengerjaan interior,” tutur Superry.

Penjelasan soal posisi Sunarlim yang bukan merupakan bagian dari PT GMTS ini lah yang dinilai Superry menjadi dasar PT Medan membatalkan putusan PN Medan yang sebelumnya memenangkan pihak Lily.

“Jadi sebelum pokok perkara ini diputus, hakim tingkat banding memeriksa perkara ini. Diperiksa. Jadi ini tidak menyentuh pokok perkara,” ucap Superry.

“Kalau pun ini terang benderang, harusnya dia menarik si Sunarlim sebagai pihak tergugat. Yang bisa menerangkan ini kan Ir Sunarlim,” imbuhnya.

Superry mengatakan Lily memang membeli penthouse di lantai 28 dan 29 Cambridge. Namun yang dibeli Lily unit yang kosong.

“Tipe pertama itu full furnished, yang kedua standard, yang ketiga penthouse. Yang penhouse ini lah yang dibeli Lily dalam keadaan kosong,” ujarnya.

Kuasa hukum lainnya, Mangara Manurung, memastikan jika PT GMTS tidak pernah menerima uang dari Lily untuk interior penthouse.

“Yang namanya PT GMTS tidak pernah ada menerima uang sepeserpun untuk pengerjaan interior di lantai 28-29 milik Ibu Lily. Kemudian bahwa PT GMTS tidak pernah ada membuat kesepakan atau perjanjian tertulis, atau penawaran, atau kontrak, untuk mengerjakan (penthouse) punya Ibu Lily,” ungkap Mangara.

Mengara kemudian mengaku heran dengan Lily yang baru menggugat persoalan ini padahal penthouse itu dibelinya pada tahun 2011. Lily disebut mengetahui kondisi penthouse yang dibelinya, karena dia juga tinggal di Cambridge.

“Tiba-tiba tahun 2024, dia mengajukan gugatan itu. Bayangkan selama 15 tahun (baru menggugat). Ibu ini juga tinggal di lantai 7,” imbuh Mangara.

PT GMTS, lanjut Mangara, tidak pernah terlibat urusan interior penthouse yang sudah dibeli. Persoalan penthouse itu biasanya dikerjakan oleh perusahan lain, yang membidangi persoalan interior.

“Untuk persoalan penthouse kita tidak pernah mengurusi interior. Kita tidak pernah urusi. Kita juga unit itu dalam keadaan kosong, keramiknya juga belum ada. Karena kita jual itu cuma unit kosong, interior urusan mereka,” tutupnya.

Sebelumnya diberitakan, PT Medan memenangkan PT GMTS yang digugat Lily. Putusan PT Medan ini membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Medan yang sebelumnya memenangkan Lily.

Putusan banding itu bernomor 561/PDT/2025/PT MDN. Putusan dilakukan Hakim Ketua Saur Sitindaon, dan dua Hakim Anggota yaitu Syamsul Bahri dan Baslin Sinaga.

“Menerima permohonan banding dari pembanding semula tergugat,” demikian isi putusan dikutip dari SIPP PN Medan, Selasa (28/10).

“Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 22/Pdt.G/2025/PN Mdn, tanggal 8 Agustus 2025 yang dimohonkan banding tersebut,” imbuhnya.

Kuasa hukum lainnya, Mangara Manurung, memastikan jika PT GMTS tidak pernah menerima uang dari Lily untuk interior penthouse.

“Yang namanya PT GMTS tidak pernah ada menerima uang sepeserpun untuk pengerjaan interior di lantai 28-29 milik Ibu Lily. Kemudian bahwa PT GMTS tidak pernah ada membuat kesepakan atau perjanjian tertulis, atau penawaran, atau kontrak, untuk mengerjakan (penthouse) punya Ibu Lily,” ungkap Mangara.

Mengara kemudian mengaku heran dengan Lily yang baru menggugat persoalan ini padahal penthouse itu dibelinya pada tahun 2011. Lily disebut mengetahui kondisi penthouse yang dibelinya, karena dia juga tinggal di Cambridge.

“Tiba-tiba tahun 2024, dia mengajukan gugatan itu. Bayangkan selama 15 tahun (baru menggugat). Ibu ini juga tinggal di lantai 7,” imbuh Mangara.

PT GMTS, lanjut Mangara, tidak pernah terlibat urusan interior penthouse yang sudah dibeli. Persoalan penthouse itu biasanya dikerjakan oleh perusahan lain, yang membidangi persoalan interior.

“Untuk persoalan penthouse kita tidak pernah mengurusi interior. Kita tidak pernah urusi. Kita juga unit itu dalam keadaan kosong, keramiknya juga belum ada. Karena kita jual itu cuma unit kosong, interior urusan mereka,” tutupnya.

Sebelumnya diberitakan, PT Medan memenangkan PT GMTS yang digugat Lily. Putusan PT Medan ini membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Medan yang sebelumnya memenangkan Lily.

Putusan banding itu bernomor 561/PDT/2025/PT MDN. Putusan dilakukan Hakim Ketua Saur Sitindaon, dan dua Hakim Anggota yaitu Syamsul Bahri dan Baslin Sinaga.

“Menerima permohonan banding dari pembanding semula tergugat,” demikian isi putusan dikutip dari SIPP PN Medan, Selasa (28/10).

“Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 22/Pdt.G/2025/PN Mdn, tanggal 8 Agustus 2025 yang dimohonkan banding tersebut,” imbuhnya.