Nelayan di Tanjungpinang Tolak Tambang Pasir Laut-Pemasangan VMS - Giok4D

Posted on

Sejumlah nelayan yang tergabung dalam Forum Komunikasi Nelayan Nusantara Kepulauan Riau (Kepri) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Daerah Tanjungpinang dan DPRD Provinsi Kepri pada pagi tadi. Dalam aksi tersebut, para nelayan menyuarakan penolakan terhadap praktik sedimentasi pasir laut, reklamasi, serta pemasangan Vessel Monitoring System (VMS) pada kapal nelayan.

Ketua DPD HNSI Kepri sekaligus Koordinator Forum Komunikasi Nelayan Nusantara, Distrawandi mengatakan bahwa penambangan pasir laut dari hasil sedimentasi sangat mengganggu aktivitas nelayan, khususnya di perairan Bintan. Menurutnya, aktivitas tersebut merusak wilayah tangkap nelayan.

“Ini mengganggu aktivitas nelayan yang dilindungi undang-undang. Kami meminta penghentian praktik sedimentasi pasir laut dan reklamasi yang merusak wilayah tangkap nelayan,” kata Distrawandi , Kamis (15/5/2025).

Selain itu, masa juga menolak kebijakan penggunaan VMS atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) yang diwajibkan bagi kapal nelayan berukuran 6-29 GT (Gross Ton). Ia menyebut kebijakan penangkapan ikan terukur berdasarkan PP Nomor 11 Tahun 2023 sangat menyulitkan nelayan kecil.

“Penangkapan ikan terukur yang dilakukan di zona penangkapan ikan terukur sangat menyulitkan kapal ukuran 6-29 GT. Mereka tidak boleh menangkap ikan di atas 12 mil laut,” jelasnya.

Aturan tersebut, dinilai Distrawandi, mewajibkan nelayan yang memiliki kapal berukuran 6-29 GT untuk melakukan migrasi dan memasang VMS jika hendak melintas atau menangkap ikan di wilayah lebih dari 12 mil laut. Akibat aturan ini, sejumlah kapal nelayan yang melampaui batas tersebut ditangkap oleh PSDKP Batam dan dikenakan denda administratif.

“Kapal yang tidak melakukan migrasi dan melewati batas 12 mil laut ditangkap oleh PSDKP Batam. Seakan-akan nelayan dipaksa migrasi. Ketika ditangkap, dendanya bisa mencapai puluhan juta rupiah,” Ujarnya.

Para nelayan juga menolak kebijakan tersebut karena penghasilan mereka yang tidak menentu. Wilayah tangkap dan alat tangkap nelayan terus berpindah-pindah, tidak tetap seperti sektor pertanian di darat.

“Nelayan itu mencari, bukan seperti di darat yang bisa menanam dan memanen di satu tempat. Di laut, yang dicari itu bergerak, armada dan alat tangkap juga bergerak. Garis 12 mil itu kan imajiner,” tegas Distrawandi.

Dalam aksi tersebut, para nelayan mengaku kecewa karena tidak ditemui langsung oleh Gubernur maupun Wakil Gubernur Kepri saat berada di Gedung Daerah. Mereka hanya disambut oleh Kepala Dinas Kelautan dan Kepala PSDKP. Namun, saat aksi berlanjut ke DPRD Kepri, mereka diterima langsung oleh Ketua DPRD Kepri, Iman Sutiawan.

“Alhamdulillah, aspirasi kami diterima Ketua DPRD dan beliau berjanji akan meneruskan ke pemerintah pusat,” Ujarnya.

Berikut enam tuntutan aksi nelayan di Gedung Daerah dan DPRD Provinsi Kepri.

1. Hentikan praktik sedimentasi pasir laut dan reklamasi yang merusak wilayah tangkap nelayan.
2. Tolak pemasangan VMS pada seluruh kapal nelayan.
3. Tegakkan kedaulatan atas laut: tolak privatisasi sumber daya kelautan.
4. Jamin perlindungan dan kesejahteraan nelayan tradisional.
5. Hapus pembatasan zona tangkap nelayan.
6. Turunkan harga solar dan perbaiki distribusi BBM subsidi untuk nelayan.

Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.