Masyarakat pemilik kendaraan dan beroperasi di Aceh diminta agar menggunakan pelat BL. Aturan itu juga berlaku terhadap kendaraan milik perusahaan tambang.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aceh (BPKA), Reza Saputra mengatakan, kebijakan itu bertujuan agar kendaraan yang beroperasi di Tanah Rencong bisa ikut serta berkontribusi dalam membangun Aceh melalui Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
“Perlu kami sampaikan kembali mari semua pemilik kendaraan non BL yang berdomisili dan beroperasi di Aceh menggunakan pelat BL agar ikut serta berkontribusi dalam membangun Aceh melalui Pajak Kendaraan Bermotor (PKB),” kata Reza Saputra dalam keterangannya, Selasa (30/9/2025).
Menurutnya, hasil pembayaran pajak kendaraan tersebut akan digunakan untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan serta peningkatan moda serta sarana transportasi umum. Hal itu disebut sesuai dengan amanat Pasal 25 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 Tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
“Dengan demikian akan memberikan kelancaran lalu lintas barang dan jasa, serta memberikan rasa aman dan nyaman dalam berkendara di jalan raya dan juga yang paling penting sikap hati hati dan tertib dalam berkendaraan untuk menghindari kecelakaan berlalu lintas. Orang Aceh yang sayang ke Aceh, ayo bayar pajak kendaraannya untuk Aceh,” jelas Reza.
Selain itu, Reza juga merespons Pansus DPRA terkait rekomendasi perusahaan tambang dan migas di Aceh agar menggunakan kendaraan dengan pelat BL. Pemerintah Aceh disebut bakal menindaklanjuti rekomendasi itu.
“Hal ini sangat baik agar perusahaan tambang yang beroperasi di Aceh berkontribusi dalam membangun Aceh dan peduli terhadap Aceh, ” tambah Reza.
Sementara untuk alat berat, kata Reza, akan berlaku pemungutan Pajak Alat Berat. Hal tersebut sesuai amanat UU No. 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2024 Tentang Pajak Aceh dan Retribusi Aceh, serta turunannya.
“Untuk itu kami mengimbau agar semua pemakaian alat berat di Aceh dapat memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak alat berat dalam rangka pembangunan Aceh yang lebih baik,” ujarnya.
Aksi Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Bobby Nasution merazia dan meminta pelat BL diubah ke BK viral di media sosial. Senator Aceh mengingatkan mantan Wali Kota Medan itu agar tidak mengganggu keharmonisan masyarakat dua daerah.
Dalam video yang beredar, rombongan Bobby tampak menyetop satu truk yang memakai pelat BL yang merupakan nomor polisi dari Aceh. Salah seorang pria dalam rombongan meminta pelat itu diganti ke BK agar pendapatan pajaknya masuk ke Sumut.
“Biar bosmu tau, kalau nggak nanti bosmu nggak tau,” kata Bobby seperti dikutip infoSumut, Minggu (28/9/2025).
Anggota DPD RI asal Aceh Sudirman Haji Uma menilai kebijakan Bobby terkesan emosional dan tendensius. Seharusnya, Bobby terlebih dahulu melakukan koordinasi antar pemerintah daerah serta melakukan sosialisasi sebelum menggelar razia.
“Perlu proses sosialisasi yang intensif sebelum diterapkan maksimal sehingga tidak memicu sentimen serta mengganggu keharmonisan antar daerah bertetangga. Saya rasa kebijakan tersebut tendensius dan grusa-grusu,” kata Haji Uma dalam keterangannya.
Haji Uma menjelaskan, razia tersebut seharusnya tidak menyasar mobil atau kendaraan pelat BL yang melintas dengan tujuan pengangkutan barang atau penumpang lintas daerah. Razia itu dinilai tidak realistis serta tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak ada unsur pelanggaran aturan sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Keberadaan kendaraan berpelat BL yang beroperasi di Medan, kata Haji Uma, pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari fakta bahwa kendaraan angkutan barang maupun penumpang memiliki jalur lintas provinsi.
“Sebagai daerah bertetangga, tentunya kendaraan saling melintas antar Aceh dan medan dengan pelat BL maupun pelat BK. Ini mestinya tidak boleh menjadi sasaran dari razia tersebut karena ada aturan hukum yang mengatur yaitu UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” ujarnya.
“Hubungan Aceh dan Medan sudah terjalin lama, baik dalam perdagangan maupun interaksi sosial. Jangan sampai hubungan yang baik ini dirusak oleh kebijakan sepihak yang justru mengorbankan kepentingan masyarakat luas,” lanjut Haji Uma.
Haji Uma mendesak Bobby agar jangan hanya melihat persoalan dari perspektif sempit semata misalnya dari sisi pajak kendaraan. Jika berbicara soal keadilan dan hubungan timbal balik, maka Aceh pun disebut dapat bersikap ekstrem terhadap kendaraan berpelat BK yang setiap hari hilir mudik di Aceh.
“Mestinya Gubsu jangan hanya melihat ini dalam perspektif sempit, hanya dari segi pajak pendapatan daerah semata. Sebab Aceh tidak pernah mengambil langkah diskriminatif seperti itu, karena kita memahami pentingnya sikap saling menghargai,” jelasnya.
Terpisah, Gubernur Aceh Muzakir Manaf turut berkomentar soal Gubernur Bobby Nasution merazia kendaraan pelat BL di Sumut dan meminta mengganti menjadi pelat BK. Ia menyebut tidak ambil pusing dengan tindakan Bobby itu.
“Biarkan orang lain berkicau. Tapi kita wanti-wanti juga, kalau sudah dijual kita beli, kalau sudah gatal kita garuk,” kata Mualem dalam rapat paripurna di DPR Aceh, Senin (29/9/2025).
Mualem meminta semua pihak tetap tenang. Dia mengaku memilih diam dan bersabar.
“Tapi nggak apa-apa, kita tenang saja. Kita anggap angin berlalu, kicauan burung yang merugikan dia sendiri. Kita tunggu setelah siap fery kita nanti,” jelas Mualem.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
Sempat Ramai soal Pelat BL-BK
Haji Uma menjelaskan, razia tersebut seharusnya tidak menyasar mobil atau kendaraan pelat BL yang melintas dengan tujuan pengangkutan barang atau penumpang lintas daerah. Razia itu dinilai tidak realistis serta tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak ada unsur pelanggaran aturan sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Keberadaan kendaraan berpelat BL yang beroperasi di Medan, kata Haji Uma, pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari fakta bahwa kendaraan angkutan barang maupun penumpang memiliki jalur lintas provinsi.
“Sebagai daerah bertetangga, tentunya kendaraan saling melintas antar Aceh dan medan dengan pelat BL maupun pelat BK. Ini mestinya tidak boleh menjadi sasaran dari razia tersebut karena ada aturan hukum yang mengatur yaitu UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” ujarnya.
“Hubungan Aceh dan Medan sudah terjalin lama, baik dalam perdagangan maupun interaksi sosial. Jangan sampai hubungan yang baik ini dirusak oleh kebijakan sepihak yang justru mengorbankan kepentingan masyarakat luas,” lanjut Haji Uma.
Haji Uma mendesak Bobby agar jangan hanya melihat persoalan dari perspektif sempit semata misalnya dari sisi pajak kendaraan. Jika berbicara soal keadilan dan hubungan timbal balik, maka Aceh pun disebut dapat bersikap ekstrem terhadap kendaraan berpelat BK yang setiap hari hilir mudik di Aceh.
“Mestinya Gubsu jangan hanya melihat ini dalam perspektif sempit, hanya dari segi pajak pendapatan daerah semata. Sebab Aceh tidak pernah mengambil langkah diskriminatif seperti itu, karena kita memahami pentingnya sikap saling menghargai,” jelasnya.
Terpisah, Gubernur Aceh Muzakir Manaf turut berkomentar soal Gubernur Bobby Nasution merazia kendaraan pelat BL di Sumut dan meminta mengganti menjadi pelat BK. Ia menyebut tidak ambil pusing dengan tindakan Bobby itu.
“Biarkan orang lain berkicau. Tapi kita wanti-wanti juga, kalau sudah dijual kita beli, kalau sudah gatal kita garuk,” kata Mualem dalam rapat paripurna di DPR Aceh, Senin (29/9/2025).
Mualem meminta semua pihak tetap tenang. Dia mengaku memilih diam dan bersabar.
“Tapi nggak apa-apa, kita tenang saja. Kita anggap angin berlalu, kicauan burung yang merugikan dia sendiri. Kita tunggu setelah siap fery kita nanti,” jelas Mualem.