Profil dan Kumpulan Puisi Taufiq Ismail, Sastrawan Asal Bukittinggi

Posted on

Taufiq Ismail adalah salah satu nama terbesar dalam jagat sastra Indonesia. Sebagai penyair terkemuka yang menjadi motor penggerak Angkatan ’66, karya-karyanya tidak hanya indah secara literer, tetapi juga menjadi cermin dan kritik tajam terhadap sejarah dan kondisi sosial-politik bangsanya.

Bertepatan dengan Bulan Gemar Membaca yang dirayakan secara nasional setiap bulan September, tidak ada salahnya kita kembali mengenang salah satu maestro puisi Indonesia ini. Lahir di Bukittinggi, Taufiq Ismail telah mendedikasikan hidupnya untuk kata-kata, menjadikannya suara bagi generasi yang resah dan mendamba perubahan.

Berikut adalah profil lengkap dan beberapa kumpulan puisi Taufiq Ismail yang paling ikonik dan terus relevan hingga kini.

Melansir laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikdasmen, perjalanan hidup Taufiq Ismail sarat dengan persinggungan antara dunia aktivisme, akademis, dan sastra.

Sejak mahasiswa, Taufiq aktif di organisasi seperti Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Keterlibatannya dalam menandatangani Manifes Kebudayaan, sebuah gerakan yang menentang dominasi komunis di bidang seni, membuatnya dipecat dari posisinya sebagai asisten dosen. Momen ini justru mendorongnya lebih dalam ke dunia sastra dan jurnalistik.

Namanya meroket saat ia menulis puisi-puisi demonstrasi yang mengkritik rezim Orde Lama. Puisi-puisinya yang lugas dan berani, terkumpul dalam buku Tirani dan Benteng, menjadi suara perlawanan mahasiswa pada tahun 1966. Ia menjadi salah satu tokoh utama yang mendefinisikan semangat Angkatan ’66.

Kontribusi Taufiq Ismail tidak berhenti pada menulis puisi. Ia ikut mendirikan majalah sastra Horison, menjabat sebagai Direktur Taman Ismail Marzuki (TIM), dan Rektor Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ). Ia juga dikenal sebagai penulis lirik lagu-lagu religius untuk grup musik Bimbo.

Karya-karya Taufiq Ismail dikenal karena kepekaannya terhadap sejarah dan kondisi bangsanya. Berikut adalah beberapa puisi ciptaan Taufiq Ismail.

Mahasiswa takut pada dosen

Dosen takut pada dekan

Dekan takut pada rektor

Rektor takut pada menteri

Menteri takut pada presiden

Presiden takut pada mahasiswa.

(1998)

(Mengenang Elang Mulya, Hery Hertanto, Hendriawan Lesmana dan Hafidhin Royan)

Empat syuhada berangkat pada suatu malam, gerimis air mata tertahan di hari keesokan, telinga kami lekapkan ke tanah kuburan dan simaklah itu sedu-sedan,

Mereka anak muda pengembara tiada sendiri, mengukir reformasi karena jemu deformasi, dengarkan saban hari langkah sahabat- sahabatmu beribu menderu-deru,

Kartu mahasiswa telah disimpan dan tas kuliah turun dari bahu. Mestinya kalian jadi insinyur dan ekonom abad dua puluh satu,

Tapi malaikat telah mencatat indeks prestasi kalian tertinggi di Trisakti bahkan di seluruh negeri, karena kalian berani mengukir alfabet pertama dari gelombang ini dengan darah arteri sendiri,

Merah putih yang setengah tiang ini, merunduk di bawah garang matahari, tak mampu mengibarkan diri karena angin lama bersembunyi,

Tapi peluru logam telah kami patahkan dalam doa bersama, dan kalian pahlawan bersih dari dendam, karena jalan masih jauh dan kita perlukan peta dari Tuhan.

(1998)

I

Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga

Ke Wisconsin aku dapat beasiswa

Sembilan belas lima enam itulah tahunnya

Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia

Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia

Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda

Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,

Whitefish Bay kampung asalnya

Kagum dia pada revolusi Indonesia

Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya

Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama

Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernya

Dadaku busung jadi anak Indonesia

Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy

Dan mendapat Ph.D. dari Rice University

Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army

Dulu dadaku tegap bila aku berdiri

Mengapa sering benar aku merunduk kini

II

Langit langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak

Hukum tak tegak, doyong berderak-derak

Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,

Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza

Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia

Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata

Dan kubenamkan topi baret di kepala

Malu aku jadi orang Indonesia.

(1998)

Profil Singkat Taufiq Ismail

Perjalanan Hidup dan Karier Sastra

Kiprah di Dunia Sastra dan Budaya

Kumpulan Puisi Taufiq Ismail yang Menggetarkan

1. TAKUT ’66, TAKUT ’98

2. 12 MEI, 1998

3. MALU (AKU) JADI ORANG INDONESIA