Seekor Bayi Harimau Sumatera mati di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar). Satwa dengan nama latin Panthera Tigris Sumatrae itu baru saja lahir akhir Juni lalu, dan kematiannya disebabkan malnutrisi dan dehidrasi.
Kepala BKSDA Sumatera Barat, Hartono mengatakan, bayi harimau tersebut mati pada Selasa (1/7/2025) kemarin. Saat ini masih dilakukan pemeriksaan nekropsi atau pemeriksaan medis pada bangkai.
“Tanggal 1 Juli jam 9 pagi, berdasarkan hasil pemeriksaan (tim medis), anak harimau dinyatakan mati. Terkait dengan situasi dan kondisi anak harimau yang mengalami malnutrisi dan dehidrasi, karena memang cuaca yang sangat-sangat luar biasa,” kata Hartono dalam penjelasan kepada wartawan, Rabu (2/7/2025).
“Terkait dengan kematian anak harimau (Sumatera), saya luruskan dulu bahwa anak harimau yang dinyatakan mati oleh tim medis itu bukan anak harimau yang lahir di bulan Mei (yang diberi nama Rizky dan Lestari oleh Titiek Soeharto). Ini anak harimau setelah agenda ibu, satu minggu setelah itu ada yang lahir lagi,” katanya.
Ia menjelaskan, bayi harimau yang belum diberi nama itu lahir pada 24 Juni 2025 sekira pukul 03.00 WIB, dari indukan Bujang Mandeh dan harimau betina bernama Yani.
“Lahir di pagi hari jam 3 tanggal 24 Juni. Berjalannya waktu, karena memang anak harimau dan indukan ini berada dalam satu kandang, tim medis melakukan kegiatan monitoring pengawasan terkait dengan kesehatan anak harimau dan indukan melalui layar monitor, karena indukannya pada saat itu masih tidak bisa didekatin,” katanya.
Lima hari setelah melahirkan, ibu sang bayi harimau mengalami stres, dan anaknya selalu dipindahkan dan digigit.
“Berdasarkan hasil monitoring dari layar monitor oleh tim medis, indukan ini mengalami stres. Dengan berbagai pertimbangan, tim medis mengambil keputusan bahwa anak harimau harus dievakuasi. Berdasarkan hasil pengamatan tim medis melalui layar monitor, dalam 1-2 hari indukannya sudah tidak mau menyusui. Makanya tim medis berkoordinasi dengan kami, Balai KSDA Sumatra Barat, menyatakan bahwa anak harimau harus dievakuasi dari indukan. Anak dan indukan harimau dipisahkan dan dibantu dengan nutrisi susu kambing, karena indiukannya sudah tidak mau menyusui,” jelas Hartono.
Apakah ini kasus pertama atau ada kasus-kasus serupa yang terlihat sebelum-sebelumnya, kata Hartono, bayi harimau yang lahir tersebut merupakan generasi ke-6 dari indukan Yani.
“Anak harimau ini adalah generasi yang ke-6. Dari generasi 1 sampai ke-5, ternyata kebanyakan anak harimau mengalami kelainan. Artinya, apakah ini bisa dinyatakan sebagai kelainan genetik atau bagaimana? ini yang sampai saat ini tim medis masih mempelajari,” katanya lagi.
Bayi harimau malang itu selanjutnya akan dikuburkan setelah proses pemeriksaan selesai.